Tanggapan Dan Penjelasan Terhadap Isi Singkat Babad Mengwi Yang Dimuat
Di Dalam Majalah GEMA Edisi 9, Galungan 14 Oktober 2009.
Oleh: Jelantik Susila
Di Dalam Majalah GEMA Edisi 9, Galungan 14 Oktober 2009.
Oleh: Jelantik Susila
I. Pendahuluan
Di dalam MEDKOM Swa Wandawa – GEMA no. 9 Galungan 14 Oktober 2009, dimuat suatu tulisan tentang babad, yaitu: “Isi Singkat Babad Mengwi”, kutipan lontar berbahasa dan huruf bali oleh I Gusti Putu Mayun, Abiansemal, Badung.
Menyimak tulisan dan isi babad itu, ada dua hal yang cukup penting untuk diungkap, karena ada kaitan erat dengan pasemetonan Swa Wandawa Sembung Karangenjung dan Puri Samu, asal Puri Kengetan. Suatu hal yang menarik dan menggelitik. Hal yang menarik adalah telah ada ditulis di dalam babad itu nama tabe pakulun “Sri Nararya Kresna Kepakisan” bhatara lelangit kita dan I Gusti Dawan dan Ni Gusti Ayu Suci, leluhur kita bersama (Puri Sembung, Karangenjung dan Samu).
Sedang hal hal yang menggelitik, adalah beberapa nama dan peristiwa yang diungkapkan dalam tulisan babad di atas, ada kejanggalan dan atau berbeda dari nama nama dan peristiwa dari beberapa babad/silsilah yang pernah dan sempat dibaca selama ini. Besar kemungkinan adanya kejanggalan di atas, karena kutipan lontar Gedung Kertya nomor kode Va 1340/12 itu hanya merupakan suatu singkatan dan di dalam menyingkatnya ada yang ketinggalan dan atau keliru kutip.
Berikut ini dicoba menyiapkan suatu tanggapan dengan penuh maaf dan harapan semoga para semeton dan pengelingsir Swa Wandawa Sembung Karangenjung menaruh minat untuk menggali lebih lanjut bagi kelengkapan babad/silsilah Puri Sembung Karangenjung dan Samu.
II. Hal Hal Yang Menarik
III. Beberapa Hal Yang Menggelitik Dari Isi Singkat Babad Mengwi.
Beberapa yang perlu dicatat di antaranya:
Pada awal Isi Singkat Babad Mengwi, ada ditulis: ”.........Kedatangan Shri Nararya Kresna Kepakisan bersama para arya di Bali, dimana Bali telah berkuasa De Sri Aji Agung Gede dengan gelar I Gusti Agung Ngurah Made Agung. Kedatangan beliau diiringi oleh Sri Wahu Dateng. Sri Wahu Dateng ini menurunkan Pangeran Nyuh Aya dan Pangeran Asak .......”
Tanggapan:
Tanggapan:
Raja Mengwi I keturunan Arya Kresna Kepakisan yang disebut I Gusti Agung adalah I Gusti Agung Putu, putra I Gusti Agung Anom (Penguasa Kapal) yang juga merupakan cucu dari I Gusti Agung Maruti, Raja Gelgel (th. 1625 – 1651 M). Setelah menjadi Raja Mengwi, beliau I Gusti Agung Putu menggunakan biseka I Gusti Agung Ngurah Made Agung Bima Sakti. Raja Mengwi tidak ada disebutkan dalam babad menyerahkan adiknya kepada Raja Buleleng. Malahan setelah timbul peperangan antara Mengwi dan Buleleng, I Gusti Agung Ngurah Made Agung dalam kedudukan lebih unggul, sehingga diadakan perdamaian. Dan I Gusti Agung Ngurah Made Agung alias Bima Sakti, dikawinkan dengan putri Panji Sakti, yang bernama I Gusti Ayu Panji. Sebagai tetaladan (bekel) bagi putri yang kawin, oleh Raja Buleleng menyerahkan kekuasaan atas daerah bawahannya, yaitu Jembrana dan Blambangan. Di samping itu didampingi bhatara tirtha, yaitu Brahmana Kemenuh Tarupinge/Kayuputih, Banjar. Brahmana Kemenuh dijadikan Bhagawanta untuk Raja Mengwi, dengan kedudukan di Geria Kekeran (selatan Mengwi). Kemudian Geria itu dipindahkan ke utara Mengwi, yaitu di desa Den Kayu. Setelah menguasai Blambangan, Raja Mengwi lebih dikenal dengan abiseka Cokorda Sakti Blambangan.
Demikian tanggapan saya terhadap hal-hal yang membingungkan yang ditulis dalam Isi Singkat Babad Mengwi berdasarkan beberapa tulisan dalam beberapa babad yang pernah dibaca.
Di dalam MEDKOM Swa Wandawa – GEMA no. 9 Galungan 14 Oktober 2009, dimuat suatu tulisan tentang babad, yaitu: “Isi Singkat Babad Mengwi”, kutipan lontar berbahasa dan huruf bali oleh I Gusti Putu Mayun, Abiansemal, Badung.
Menyimak tulisan dan isi babad itu, ada dua hal yang cukup penting untuk diungkap, karena ada kaitan erat dengan pasemetonan Swa Wandawa Sembung Karangenjung dan Puri Samu, asal Puri Kengetan. Suatu hal yang menarik dan menggelitik. Hal yang menarik adalah telah ada ditulis di dalam babad itu nama tabe pakulun “Sri Nararya Kresna Kepakisan” bhatara lelangit kita dan I Gusti Dawan dan Ni Gusti Ayu Suci, leluhur kita bersama (Puri Sembung, Karangenjung dan Samu).
Sedang hal hal yang menggelitik, adalah beberapa nama dan peristiwa yang diungkapkan dalam tulisan babad di atas, ada kejanggalan dan atau berbeda dari nama nama dan peristiwa dari beberapa babad/silsilah yang pernah dan sempat dibaca selama ini. Besar kemungkinan adanya kejanggalan di atas, karena kutipan lontar Gedung Kertya nomor kode Va 1340/12 itu hanya merupakan suatu singkatan dan di dalam menyingkatnya ada yang ketinggalan dan atau keliru kutip.
Berikut ini dicoba menyiapkan suatu tanggapan dengan penuh maaf dan harapan semoga para semeton dan pengelingsir Swa Wandawa Sembung Karangenjung menaruh minat untuk menggali lebih lanjut bagi kelengkapan babad/silsilah Puri Sembung Karangenjung dan Samu.
II. Hal Hal Yang Menarik
- Dari babad koleksi Gedung Kertya Singaraja, yaitu Babad Mengwi (Va 1340/12), untuk pertama kali menyebut nama (abiseka) Shri Nararya Kresna Kepakisan. Di beberapa babad lainnya sering ditulis hanya “Arya Kepakisan” atau “Arya Kresna Kepakisan”. Beliau ini adalah putra Shri Sastra Jaya (Arieng Kediri), keturunan Shri Airlangga (Raja Kediri tahun 1019 – 1042 M) dimana Shri Airlangga itu adalah putra Raja Bali, pasangan Shri Udayana Warmadewa/Shri Gunapriya Dharma Padmi (989 – 1008 M). Arya Kepakisan (Arya Kresna Kepakisan atau Shri Nararya Kresna Kepakisan) datang di Bali pada tahun 1352 M, mendampingi Shri Kresna Kepakisan yang ditetapkan sebagai Raja Bali setelah dikuasai Majapahit, pada ekspedisi II Mahapatih Gajah Mada th. 1334 M. Shri Kresna Kepakisan adalah putra Mpu Soma Kepakisan Kediri (Brahmana Wangsa). Setelah ditetapkan sebagai raja, beliau diberi gelar Shri Kresna Kepakisan. Di Bali disebut Shri Dalem Ketut Kresna Kepakisan dan sering pula dijuluki Dalem Samprangan karena istana beliau di Samprangan atau Samplangan sebelah timur kota Gianyar sekarang. Nampaknya Arya Kresna Kepakisan (putra Arieng Kediri)ditetapkan sebagai pendamping Raja dan diberi jabatan Patih Agung (Perdana Mentri) dan pengabih (Penasehat) adalah karena Shri Dalem Ketut Kresna Kepakisan , masih sangat muda, dan keturunan brahmana wangsa yang kurang berpengalaman dari segi politik pemerintahan. Sedangkan Arya Kresna Kepakisan sebagai pendamping dan pengabih karena beliau keturunan Raja Kediri dan pula ada ikatan darah dengan Raja Bali. Dengan pengalaman di dalam pemerintahan sebagai keturunan Raja Kediri dan Bali, oleh Maha Patih Gajah Mada, diharapkan pemerintahan berjalan baik dan dapat menentramkan rakyat Bali yang pada waktu itu masih bergolak. Arya Kepakisan atau Arya Kresna Kepakisan dengan Shri Kresna Kepakisan telah cukup akrab karena berasal dari desa yang sama, yaitu Desa Pakis Kediri, dan leluhur beliau adalah Bhagawanta Kerajaan Kediri. Sebagai kehormatan kehadapan Bhatara Leluhur Arya Kresna Kepakisan, telah didirikan Pura Kawitan di tepi Tukad Unda (abad ke-15) dan hancur terlanda lahar Gunung Agung tahun 1963. Sejak pemugaran Pura Kawitan di Banjar Dukuh Nyuh Aya Gelgel Klungkung (tahun 1983) dan karya pemungkah (th 1994) pura itu diberi nama Pura Dalem Agung, Pura Kawitan Shri Nararya Kresna Kepakisan dengan piodalan nuju tumpek kuningan. Di samping itu demi rasa persatuan dan kesatuan pasemetonan warih Shri Nararya Kresna Kepakisan, telah dapat diwujudkan ikatan lelintihan pasemetonan di th. 1984 dan dikukuhkan dengan AD/ART pada Mahasaba 1 th. 2000, dengan nama “Pasemetonan Pratisentana Shri Nararya Kresna Kepakisan”.
- Mengenai I Gusti Dawan dan Ni Gusti Ayu Suci. Di dalam Babad Singkat Mengwi di depan telah tertulis dengan nama I Gusti Dawan dan Ni Gusti Ayu Suci. Oleh pratisentana beliau tertuang di dalam Sejarah Silsilah Keturunan Keluarga Swa Wandawa Sembung Karangenjung ( I Gusti Gede Oka Puger, 1976) dihormati dengan biseka tabe pakulun, I Gusti Agung Wayahan Dawan dan I Gusti Agung Ayu Suci. Setelah beliau kawin oleh Raja Mengwi, diberi kedudukan sebagai penguasa di Desa Kengetan dengan pengiring (wadua) sebanyak 500 orang. Perlakuan itu nampaknya sama dengan putra laki-laki Raja Mengwi yang ditempatkan di berbagai daerah. Untuk diketahui bahwa I Gusti Agung Ayu Suci adalah putrid Raja Mengwi I Cokorda Sakti Blambangan dengan ibu I Gusti Luh Toya Anyar, putrid penguasa Tianyar, keturunan Arya Gajah Para. Sedangkan I Gusti Agung Wayahan Dawan adalah putra I Gusti Anglurah Made Karangasem Sakti, Sang Atapa Rare, putra Raja Karangasem III. Walaupun beliau putra mahkota, namun dalam ketekunan mengikuti ajaran kediatmikan (spiritual), beliau tidak bersedia menggantikan kedudukan sebagai Raja Karangasem IV. I Gusti Agung Wayahan Dawan adalah keturunan Raja Karangasem, yang merupakan keturunan Pangeran (Kriyan) Nyuh Aya, sedangkan I Gusti Agung Ayu Suci adalah keturunan Raja Mengwi, yang merupakan keturunan Pangeran (Kriyan) Made Asak. Sedang Pangeran Yuh Aya dan Pangeran Made Asak adalah putra Arya Kresna Kepakisan atau Shri Nararya Kresna Kepakisan, Patih Agung dan Penasehat Raja Bali Shri Dalem Ketut Kresna Kepakisan, yang memulai tugas pengabdiannya di Bali tahun 1352 M.
III. Beberapa Hal Yang Menggelitik Dari Isi Singkat Babad Mengwi.
Beberapa yang perlu dicatat di antaranya:
Pada awal Isi Singkat Babad Mengwi, ada ditulis: ”.........Kedatangan Shri Nararya Kresna Kepakisan bersama para arya di Bali, dimana Bali telah berkuasa De Sri Aji Agung Gede dengan gelar I Gusti Agung Ngurah Made Agung. Kedatangan beliau diiringi oleh Sri Wahu Dateng. Sri Wahu Dateng ini menurunkan Pangeran Nyuh Aya dan Pangeran Asak .......”
Tanggapan:
- Arya Kepakisan atau Arya Kresna Kepakisan dengan gelar Shri Nararya Kresna Kepaisan bersama para Arya Majapahit datang ke Bali th. 1352 M, mendampingi Raja Bali. Semula beliau itu (Raja Bali) adalah brahmana wangsa, putra Mpu Soma Kepakisan. Setelah ditetapkan sebagai Raja Bali diberi gelar pula Shri Kresna Kepakisan dan disebut pula Dalem Ketut Kresna Kepakisan, karena beliau adalah terkecil dari 4 bersaudara. Juga disebut Dalem Samprangan karena ist ana beliau di Samprangan bekas markas pasukan Mahapatih Gajah Mada pada waktu menyerang Bali th. 1343 M. Sedangkan gelar I Gusti Agung Ngurah Made Agung adalah Raja Mengwi I, yaitu I Gusti Agung Putu, putra penguasa Kapal I Gusti Agung Anom atau cucu dari I Gusti Agung Maruti.
- Sebutan gelar Sri Wahu Dateng (mengacu gelar bagi Dang Hyang Nirarta dengan Pedanda Wawu Rauh (Dateng). Untuk Arya Kresna Kepakisan yang mengiringi kedatangan Shri Kresna Kepakisan, dengan sebutun dan gelar Sri Wawu Dateng, nampaknya kurang lazim atau belum pernah babad menyebutnya. Yang pernah dibaca adalah gelar itu (Sri Wahyu Dateng) ditujukan kepada Sri Kresna Kepakisan atau Dalem Ketut, yang ditugaskan sebagai Adipati (Raja) Bali di tahun 1352 M.
Tanggapan:
- Di beberapa tulisan (babad) disebutkan bahwa I Gusti Ayu Made dan atau ditulis I Gusti Istri Made adalah putra dari I Gusti Agung Maruti yang pernah mengambil kekuasaan Dalem Dimade (Raja Gelgel), dan I Gusti Agung Maruti memerintah th. 1651 – 1877 M sebagai Raja Gelgel. Beliau berputra 4 orang, yaitu (1) I Gusti Agung Putu, (2) I Gusti Istri (Ayu) Made, (3) I Gusti Agung Anom dan (4) I Gusti Ayu Sasih. Jadi I Gusti Ayu Made bukan putra Raja Mengwi karena pada waktu itu Kerajaan Mengwi belum berdiri.
- De I Gusti Made Agung dan ditulis pula dengan Anak Agung Made Agung itu adalah I Gusti Agung Anom (putra no. 3 I Gusti Agung Maruti), setelah berkuasa di Kapal menyebut diri dengan biseka I Gusti Agung Made Agung. Beliau yang mencarikan obat/penyembuhan pada Pandia (Pedanda) Wanasara. Setelah pengobatan itu sebentar sembuh, namun setelah ke istana, kembali kumat penyakit (jiwa) nya. Sehingga I Gusti Agung Anom kemudian mengijinkan kakaknya (I Gusti Ayu Made) dikawinkan dengan Pandia Wanasara itu. Perkawinan antara Pandia (Pedanda) Wanasara dengan I Gusti Ayu Made itu setelah didengar oleh kakanda I Gusti Agung Putu yang berkuasa di Keramas, beliau itu menjadi sangat murka (marah). Kemudian mendatangi Pedanda Wanasara (iparnya), dan Ida Pedanda dibunuhnya. Peristiwa ini yang menyebabkan perpecahan persaudaraan antara Kapal (I Gusti Agung Anom) dan Keramas (I Gusti Agung Putu). Nampaknya dibunuhnya Pedanda Wanasara oleh I Gusti Agung Putu, memunculkan beberapa persoalan, akibat beberapa bisama di antaranya:o I Gusti Ayu Made (istri Pedanda) melakukan upacara labuh api (mesatia), menceburkan diri pada kobaran api sampai wafat.
- Juga keluarga keturunan Kapal (I Gusti Agung Anom) tidak lagi menggunakan sebutan
nama Made bagi anak perempuannya.
- Pecahnya pasemetonan antara Keramas dan Kapal (I Gusti Agung Putu dan adiknya I
Gusti Agung Anom)
- Pedanda Wanasara, sebelum menghembuskan nafas terakhir mengeluarkan bisama
(kutukan) diantaranya: (1) keturunan I Gusti Agung Putu (Keramas) tidak akan pernah
sebagai raja; (2) keturunan I Gusti Agung Anom (Kapal) akan sering mengidap sakit
ingatan (buduh). - Di dalam isi singkat Babad Mengwi itu dijumpai pula ulasan kaitan antara Mengwi dengan Den Bukit (Buleleng). Disebutkan bahwa I Gusti Agung, Raja Mengwi menyerahkan adiknya diperistri oleh oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti. Dari perkawinan ini (I Gusti Ngurah Panji Sakti dan adik Raja Mengwi), lahirlah putrinya Ni Gusti Agung Ayu Panji dan I Gusti Agung Ratu Muncan.
Raja Mengwi I keturunan Arya Kresna Kepakisan yang disebut I Gusti Agung adalah I Gusti Agung Putu, putra I Gusti Agung Anom (Penguasa Kapal) yang juga merupakan cucu dari I Gusti Agung Maruti, Raja Gelgel (th. 1625 – 1651 M). Setelah menjadi Raja Mengwi, beliau I Gusti Agung Putu menggunakan biseka I Gusti Agung Ngurah Made Agung Bima Sakti. Raja Mengwi tidak ada disebutkan dalam babad menyerahkan adiknya kepada Raja Buleleng. Malahan setelah timbul peperangan antara Mengwi dan Buleleng, I Gusti Agung Ngurah Made Agung dalam kedudukan lebih unggul, sehingga diadakan perdamaian. Dan I Gusti Agung Ngurah Made Agung alias Bima Sakti, dikawinkan dengan putri Panji Sakti, yang bernama I Gusti Ayu Panji. Sebagai tetaladan (bekel) bagi putri yang kawin, oleh Raja Buleleng menyerahkan kekuasaan atas daerah bawahannya, yaitu Jembrana dan Blambangan. Di samping itu didampingi bhatara tirtha, yaitu Brahmana Kemenuh Tarupinge/Kayuputih, Banjar. Brahmana Kemenuh dijadikan Bhagawanta untuk Raja Mengwi, dengan kedudukan di Geria Kekeran (selatan Mengwi). Kemudian Geria itu dipindahkan ke utara Mengwi, yaitu di desa Den Kayu. Setelah menguasai Blambangan, Raja Mengwi lebih dikenal dengan abiseka Cokorda Sakti Blambangan.
Demikian tanggapan saya terhadap hal-hal yang membingungkan yang ditulis dalam Isi Singkat Babad Mengwi berdasarkan beberapa tulisan dalam beberapa babad yang pernah dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar